Jumat, 06 November 2009

POLISI DALAM REPORMASI



Dalam beberapa hari ini kita santer melihat/mendengar tentang kasus dari POLRI VS KPK ada apa dengan kedua lembaga Negara ini ???????????
Banyak para ahli berkomentar ditayangan di TV semua menyalahkan sepihak baik itu pro Polri maupun yang Pro KPK tetapi kalau kita cermati terhadap masalah yang sedang bergulir perlu kita berpikir secara cermat dan memandang dari aspek kepentingan Bangsa
Kasus KPK vs Polri, menurut pendapat dan analisa saya berdasarkan pemberitaan yang terkumpuli, sesungguhnya berawal dari permintaan KPK pada Juli 2009 kepada BPK untuk mengaudit terhadap pengucuran dana kepada Bank Century !

Kita harus mewaspadai kemungkinan ada pihak yang ingin "menggagalkan" upaya selanjutnya dari KPK untuk mengungkap kasus Bank Century setelah menerima laporan audit BPK.

Jusuf Kalla, menyatakan baru mendapat laporan pada 25 November. Laporan tidak mungkin dilakukan pada 22 November karena saat itu hari Sabtu. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dan Gubernur (Bank Indonesia), Boediono, melaporkan situasi Bank Century. "Saya langsung mengatakan masalah Century bukan masalah karena krisis tapi itu perampokan, kriminal karena pengendali bank ini merampok dana bank century dengan segala cara termasuk obligasi bodong yang dibawa ke luar negeri," ujarnya.

Dia pun menyarankan Robert Tantular (pemilik Bank Century) ditangkap. Sehingga, persoalan itu bisa diselesaikan melalui jalur hukum. Kalla meminta Boediono melaporkan kasus itu ke polisi.

"Saya bilang, Pak, penyelesaiannya yang harus ini orang (Robert Tantular) ditangkap dulu karena kriminal dan perampokan. Tapi jawaban BI (Bank Indonesia), ini tidak ada dasar hukumnya," tuturnya.

Ketua Umum Partai Golkar itu mengaku terpaksa langsung menginstruksikan kepala kepolisian Republik Indonesia untuk menangkap Robert Tantular dan sejumlah direksi yang bertanggung jawab dalam waktu dua jam. Dia khawatir Robert Tantular dan direksi-direksi Bank Century melarikan diri bila tak ditangkap dalam waktu dua jam.

"Harus (ditangkap dalam dua jam) dan syukur polri pas dua jam ambil itu. Karena jam tujuh malam dia laporkan itu, jam empat (sore) Saya perintah. Jam tujuh (malam) Pak Kapolri bilang, sudah Pak, tangkap lima orang," katanya.

sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/08/31/brk,20090831-195376,id.html

Wakil Presiden pada waktu itu, Jusuf Kalla menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK harus disertai kesungguhan Polri untuk menyelesaikan penyidikan kasus hukum dua pimpinan KPK, yakni WakilKetua KPK Bibit Samad Riyanto, dan Ketua KPK Chandra M Hamzah. “Perppu harus tetap jalan, tapi Polri juga harus mempercepat penyidikan. Kalau Pak Bibit dan Pak Chandra tidak bersalah, kan otomatis aktif kembali,” katanya di Kantor Wakil Presiden Jumat (25/9).

Jika pada akhirnya Bibit dan Chandra dinyatakan tidak bersalah, maka tentu mereka berdua bersama dua pimpinan KPK lainnya yang bukan "penetapan" presiden akan dapat melanjutkan penyelidikan kasus Bank Century , penyedot uang negara 6.7 Trilyun, kasus terbesar sejak era reformasi !

Ratio kekuatan pimpinan KPK, 4 pimpinan lama dan 1 plt ketua KPK penetapan presiden untuk memutuskan kasus Bank Century tentu kita harapkan akan lebih adil.

Saya pribadi sampai saat ini masih mengkhawatirkan ratio kekuatan pimpinan KPK saat ini yakni, 2 pimpinan lama dan 3 plt pimpinan KPK berdasarkan penetapan presiden, karena masih adanya kemungkinan "kepentingan" pemerintah.

Pemerintah mengeluarkan Perppu tentang perubahan UU KPK pada 21 September 2009, Bersamaan dengan Keppres pemberhentian sementara Chandra dan Bibit dari jabatan pimpinan KPK. Perppu itu memberi kewenangan kepada Presiden Yudhoyono guna menunjuk langsung pelaksana tugas (plt) sementara pimpinan KPK apabila terjadi kekosongan pimpinan kurang dari tiga orang.

Alhamdulillah, keppres tentang pemberhentian tetap dua pimpinan KPK, belum dapat dilkeluarkan berdasarkan putusan sela MK.

Sampai saat ini saya belum melihat korelasi antara "kegentingan" yang dirasakan pemerintah pada saat mengeluarkan Perppu dan "unjuk kerja" KPK saat ini setelah penetapan plt, terlebih kelanjutan pengungkapan kasus Bank Century yang masih menunggu BPK yang belum juga "disegerakan".

Bukankah ini juga sebuah "kegentingan" yang bisa dirasakan rakyat tentang pertanggung jawaban pemerintah menggunakan uang negara sampai Rp. 6,7 Trilyun?

Mengapakah kepolisian lebih menyibukkan dengan dugaan penyalahgunaan wewenang pimpinan KPK ?

Seberapa besarkah unjuk kerja kepolisian sampai saat ini dalam hal penegakan hukum khususnya kasus korupsi ?

Bukankah para koruptor berkeliaran di luar negeri tanpa dapat disentuh oleh kepolisian ?

Kenapakah koruptor kakap cenderung dapat dengan mudah melarikan diri ke luar negeri ?

Kita harus sadari bahwa Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Negara, Bab II, Pasal 8, ayat 1.

Jadi prestasi Presiden dalam pemberantasan korupsi sesungguhnya harus dilihat dari prestasi Kepolisian dan Kejaksaan dalam hal penegakan hukum pemberantasan korupsi, bukannya pengakuan presiden terhadap prestasi kerja KPK

Keterangan Kepala Kepolisian RI (Kapolri), Jenderal Bambang Hendarso Danuri, tentang bukti-bukti pidana dua pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah, banyak yang distorsif. Bahkan dinilai telah terjadi lompatan logika dalam pernyataan itu.

Hal tersebut dikemukakan oleh kuasa hukum Bibit-Chandra, Bambang Widjojanto, dalam keterangan persnya di sebuah hotel bintang lima, kemarin.

Tim Bibit-Chandra mengadakan konferensi pers untuk menanggapi pernyataan Kapolri dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR, Kamis (6/11) hingga Jum'at (7/11) dini hari. Selain Bambang tampak anggota tim lainnya dalam acara tersebut, antara lain, Taufik Basari. Bibit dan Chandra juga hadir dalam acara itu.

Hal yang diungkapkannya sebagai lompatan logika tersebut, menurut Bambang, antara lain pernyataan bahwa kedekatan Ari Muladi dengan pimpinan KPK ditandai dengan beberapa kali Ari datang ke gedung KPK. "Ari datang ke KPK bukan untuk menemui Chandra-Bibit. Bertemu pun mereka tidak," kata Bambang.

Begitu juga bukti pimpinan KPK menerima suap dengan mengajukan fakta mobil dinas KPK di Pasar Festival, Jalan Rasuna Said. "Itu makanya saya katakan, pernyataan Kapolri merupakan lompatan logika yang tidak bertanggung jawab. Dan yang paling penting, klien kami memiliki alibi, berada di tempat lain saat transaksi terjadi. Tapi, alibi itu akan kami sampaikan di forum yang tepat," kata Bambang.

Hal itu juga tercermin dari pernyataan Bambang Hendarso Danuri dalam raker dengan Komisi III DPR, yang mengaitkan almarhum Nurcholis Madjid sebagai mantan mertua Chandra Hamzah dalam kasus tersebut. Termasuk pernyataan bahwa Chandra memiliki hubungan dekat dengan mantan Menteri Kehutanan, Malam Sambat Kaban. Hubungan itu membuat Kaban tidak ikut diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pada pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan. "Itu kan logika jumping," kata Bambang.

Hal senada diungkapkan kuasa hukum lain dari Bibit-Chandra, Alexander Lay. Menurut dia, pernyataan Kapolri bahwa MS Kaban pernah menjadi saksi pada pernikahan Chandra dengan Nadia Madjid pun tidak ada faktanya. "Kabar itu tidak valid dan masih dalam tataran gosip. Kenapa sampai diangkat ke publik," kata Lay.

Selain banyak terjadi lompatan logika, Bambang juga menegaskan, pernyataan Kapolri dalam raker tersebut merupakan sebuah bentuk kriminalisasi. Salah satu contohnya adalah bersikukuhnya Kapolri bahwa Bibit-Chandra menerima uang suap dari Anggoro melalui Ari Muladi. Padahal, sebelum ini Ari sudah menarik keterangan yang sudah dibuatkan berita acara pemeriksaannya.
"Apa ini namanya bukan kriminalisasi?" kata Bambang.

Proses mengeluarkan permohonan mencegah bepergian ke luar negeri bagi Anggoro dan mencabut permohonan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Djoko Tjandra, menurut Bambang, sudah melalui proses secara kolektif-kolegial. Jadi, pernyataan Kapolri yang menyatakan proses itu dilakukan atas inisiatif Bibit-Chandra sendiri, sangat tidak masuk akal.

"Pimpinan KPK yang lain tidak diajak ikut serta, tapi mereka juga tidak pernah protes. Itu artinya menyetujui. Lantas, apa yang menjadi dasar tuduhan tersebut?" kata Bambang.

Dalam kesempatan itu, Bibit dan Chandra pun menyatakan bantahannya terhadap pernyataan Kapolri dalam raker dengan Komisi III DPR yang berlangsung sekitar 12 jam. "Saya tidak pernah menerima uang dari siapa pun dan dalam kasus apa pun, selama di KPK. Satu-satunya uang yang saya terima adalah gaji dari negara," kata Chandra.

Seperti halnya Chandra, Bibit pun membantah seputar adanya bukti-bukti telah terjadi tindak pidana suap terhadap dirinya dan Chandra, seperti yang dilontarkan Kapolri. "Itu adalah kebohongan besar," kata Bibit.

Bibit mengaku tidak mengenal Ari Muladi dan Yulianto yang disangka telah memberikan uang dalam pencabutan pencegahan terhadap Djoko Tjandra. "Katanya Ari Muladi ketemu saya di tempat Pak Chandra. Itu bohong besar," kata Bibit .

Bibit juga mengaku tidak pernah bertemu langsung atau tidak langsung dengan nama-nama seperti Ari Muladi dan Yulianto. "Kedatangan Ari Muladi dan Edy Sumarsono ke KPK tidak dalam rangka menemui saya. Itu bohong besar," ujar Bibit.

Sementara itu, Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Bibit-Chandra atau Tim Delapan, hingga kemarin, mengaku belum menemukan fakta selain hal-hal tentang kasus tersebut yang sudah diungkapkan kepada publik. "Tidak ada yang khusus baru karena hampir semua fakta kita sudah tahu," ujar Anies Baswedan.

Padahal, menurut Anies, Tim Delapan mengharapkan menemukan fakta pelengkap kasus Bibit-Chandra, termasuk mencari informasi yang selama ini belum terbuka.

Kemarin, tim itu mendengarkan keterangan pejabat Kejaksaan Agung dan Kepala Bareskrim Komjen Susno Duadji. Jadwal tim pada Sabtu, 7 November 2009, ini adalah mendengar keterangan Ari Muladi dan melakukan gelar perkara kasus Bibit-Chandra dengan kepolisian dan kejaksaan. "Ada fakta-fakta kecil yang kita kumpulkan, tetapi semuanya bergantung pada gelar perkara hari Sabtu," ujar Anies.

Usai memberi keterangan, Susno dipuji Tim Delapan. "Susno telah mengawali sebuah tradisi baru dalam kehidupan bangsa dan negara. Sebelumnya, tidak ada pejabat negara yang secara sukarela mengundurkan diri dari jabatannya sebagai rasa bertanggung jawab apabila terjadi suatu kesalahan atau musibah," kata Ketua Tim Delapan Adnan Buyung Nasution.

Tidak ada komentar: